Wednesday, September 8, 2010

Desain Rumah Yang Baik???

Desain rumah yang baik seperti apa...??yang bagaimana ?? or pake tema yang gimana?? musti yang besar nggak yaa?? pertanyaan ini muncul ketika seorang owner ingin membangun rumahnya dan memakai jasa saya sebagai arsitek. dia menginginkan sebuah rumah yang nyaman dan baik untuk dilihat.....

sesampaiku dirumah kala itu, saya langsung mencari referensi2 rumah yang mungkin sesuai dengan selera sang owner. dan secepatnya langsung di gambar. hehehe (supaya cepat cairnya) :p

bentuk demi bentuk, gambar demi gambar, coret-coret di kertas, habis pula tintaku. akhirnya kudapati sebuah bentuk yang mungkin sang owner suka dan terkesan. pada saat pertemuan dengan sang owner, owner sempat terkesan dengan tampak 3d yang kuberikan, namun dia lalu banyak bertanya ketika melihat rencana denah rumah yg kuperlihatkan. entah kenapa dia sang owner kurang sependapat dengan denah yang kuberikan dan kemudian menyuruhku untuk mendesain baru lagi rencana denah rumahnya.
(..................................................gambar telah berjalan 2minggu belum dapat2 juga denah yang pas)

 suatu ketika ketika ayahku ada dirumah, saya lalu bertanya " pa, kira-kira ini desain rumah. bagus nda ee?" sambil menunjukkan gambar kepadanya. lalu katanya "bagus sekali rumah yang kamu rancang, tidak seperti rumah kita yang hanya biasa-biasa ini. kali waktu kamu rancang rumah kita yang begini ya"  tersenyum dia sambil melihat gambar yang dia pegang. dia lalu berkata " nak.....rumah kita memang kecil, tak cukup taman untuk buat acara dan tak cukup kamar untuk menerima tamu, papa hanya seorang lulusan sma tak tahu merancang bangunan tetapi menurut papa rumah yang bagus itu adalah rumah yang bahagia keluarganya". sejenak ku terdiam apa yang dia telah katakan, terlintas kenapa tak pernah terlintas dipikiranku sebelumnya.

lalu ku ambil secarik kertas dan mulai mensketsa denah rumah tersebut, dan garis demi garis, arsir sana-sini yang terngiang hanya kata-kata ayahku tadi.enam kertas A4 telah habis kucoret-coret dan kudapati denah yang ideal yang menurutku dapat mendukung kata-kata ayah tentang rumah tadi. cepat-cepat kusalin ke CAD dan menghungi sang owner sehari sesudahnya.dan waktunya untuk bertemu dengan sang owner tiba.

ketika bertemu langsung kusodorkan terlebih dahulu denah tsb, kemudian dia bertanya kembali, salah satunya "yang ini kok begini bisa nggak di taruh di bagian belakang" dan masih byk pertanyaan yang lainnya. dengan nada yang pelan, saya menjelaskan tiap ditel ruangan-ruangan yg kutempatkan, dan bertukar pikiran dengan apa yang dia inginkan, satu hal yang kutegaskan dalam pembicaraan tersebut adalah "kebutuhan keluarga akan sebuah rumah tempat tinggal" dan sang owner pun langsung bercerita tentang impian keluarganya. Dan finally saya dan sang owner mendapati sebuah denah yang sangat cocok untuk keluarganya dan dia pun berterima kasih untuk itu. (mar tetap dapat komisi sekalipun kecil, tapi magnanya banyak. heheh, nggak rugi-rugi amat)

kita sering melihat rumah-rumah yang HEBAT dalam segi arsitektur tetapi tidak melihat akan kegunaan sebenarnya buat pemakainya. Merancang dengan tingkat idealitas seorang perancang yang hanya ingin menancapkan idenya tetapi tidak memakai HATINYA untuk menarik garis.
Besar itu bagus!!Modern minimalis itu bagus!!tetapi intinya adalah Keluarga yang akan menempati rumah tersebut. so think about it!! (pokoknya semua yang arsitek rancang itu baik adanya)

rumah saya kecil dan tidak lebih dari 150 m2, namun cukup untuk membahagiakan setiap orang yang tinggal dirumah yang kecil ini. (hehehe)

kiranya pengalaman pribadi ini dapat bermanfaat  :)

Sunday, September 5, 2010

Pendekatan Eksperimental Dalam Arsitektur Urban Kontemporer


Budaya dialektika identik dengan sikap pembaharuan dan inovasi guna mengantisipasi perubahan sosial budaya, yang terutama disebabkan oleh kemajuan teknologi, telah mempengaruhi nilai dan eksistensi pragmatis arsitektur sejak abad 20. Seperti terjadinya pergeseran cara pandang/kritik arsitektur antara nilai estetika terhadap kaidah fungsinya, serta terjadinya pendefinisian ulang kaidah ergonomi yang dimungkinkan dengan kemajuan teknologi struktur konstruksi, guna memenuhi kebutuhan volume ruang akibat pertumbuhan demografi urban. Pergeseran pola pikir tersebut mengarah pada pemahaman: bahwa hakikat venustas – firmitas – utilitas dalam arsitektur kontamporer adalah seni yang mengejawantahkan ide sebagai desain yang mempererat pluraritas (kekompleksitasan) nilai-nilai moral social budaya secara objektif, sehingga mampu menjadi suatu wadah fungsional yang mengekspresikan kekontekstualan karakter tempatan.

Istilah mempererat - bukan tempatan – pluraritas, berarti sikap desain yang cerdas dalam memberikan suatu alternativ kebenaran diantara kompleksnya kebenaran pada abad 21 yang global ini. Konsep arsitektur sesudah era modern menjadi telaan filosofis karena keoptimalan desain sudah mencapai tataran; sejauh mana desain fisik dapat mengayomui moral kekinian? Bagaimana moral kekinian dapat didefinisikan sementara evolusi sosial budaya urban berlangsung secara gencar? Metode perancangan seperti apa yang dapat menyikapi kegencaran tersebut sehingga sccara optimis dapat menghapuskan skeptisisme yang timbul akibat ambiguitas kebenaran?

Fleksibilitas peran teknologi struktur konstruksi

Pertanyaan diatas timbul sebagai resistensi terhadap kegagalan arsitektur modern yang lebih menitikberatkan definisi ruang sebagai alat sosial fungsional yang menghomogenkan kebutuhan dan menyamaratakan kondisi psikologis manusianya. Homogenisasi tersebut diawali dengan semangat mulia : architecture as a machine for living (Le Corbusier), arsitektur adalah seni yang memfungsikan desain runag-ruang terorganisir dan efisien sehingga secara “otomatis” dapat menampubg segala aktifitas penghuninya. Metode perancangan dalam arsitektur modern dilandasi pengutamaan pemenuhan pluralitas kebutuhan melalui pembacaan variabilitas nilai statistik suatu demografi urban. Nilai statistik yang terukur tersebut disikapi secara matematis melalui pemodularisasian hakikat ruang terhadap eksistensi manusia penghuninya secara baku. Ambiguitas sosial budaya distandartkan ataupun kepluralitasan aktivitasnya dibakukan dengan kaidah ergonomi sehingga arsitektur menjadi telaah fungsional; telaah massa sebagai rangkaian ruang-ruang yang bentuknya fleksibel dalam menyinergikan beragam aktivitas. Atau dengan kata lain, semakin terukur nilai-nilai non fisiknnya maka semakin optimal pula kualitas ruangnya. Keterukuran selain dapat memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi setiap orang untuk memperoleh ruang hidup yang layak, juga mengefisienkan volume ruang urban terbangun terhadap ekosistem alam sekitarnya. Hal yang serba terukur dimungkinkan dengan kemajuan teknologi struktur konstruksi dan penemuan material baru sehingga menghasilkan firmitas yang nilai venustas-nya dirasionalkan oleh utilitas ke dalam bentuk geometri dasar. Keidealan metode perancangan berlandaskan keterukuran dalam mengantisipasi ambiguitas kebenaran yang dikonsepkan arsitektur modern tersebut ternyata memiliki kelemahan, yaitu terjadinya pengeliminasian karakter tempatan. Akibatnya arsitektur kehilangan ruh/nilai-nilai kemanusiaanya.

bersambung..... :)
dapat dibaca juga di Majalah I-arch 2006 EXPERIMENTAL ARCHITECTURE