Sunday, September 5, 2010

Pendekatan Eksperimental Dalam Arsitektur Urban Kontemporer


Budaya dialektika identik dengan sikap pembaharuan dan inovasi guna mengantisipasi perubahan sosial budaya, yang terutama disebabkan oleh kemajuan teknologi, telah mempengaruhi nilai dan eksistensi pragmatis arsitektur sejak abad 20. Seperti terjadinya pergeseran cara pandang/kritik arsitektur antara nilai estetika terhadap kaidah fungsinya, serta terjadinya pendefinisian ulang kaidah ergonomi yang dimungkinkan dengan kemajuan teknologi struktur konstruksi, guna memenuhi kebutuhan volume ruang akibat pertumbuhan demografi urban. Pergeseran pola pikir tersebut mengarah pada pemahaman: bahwa hakikat venustas – firmitas – utilitas dalam arsitektur kontamporer adalah seni yang mengejawantahkan ide sebagai desain yang mempererat pluraritas (kekompleksitasan) nilai-nilai moral social budaya secara objektif, sehingga mampu menjadi suatu wadah fungsional yang mengekspresikan kekontekstualan karakter tempatan.

Istilah mempererat - bukan tempatan – pluraritas, berarti sikap desain yang cerdas dalam memberikan suatu alternativ kebenaran diantara kompleksnya kebenaran pada abad 21 yang global ini. Konsep arsitektur sesudah era modern menjadi telaan filosofis karena keoptimalan desain sudah mencapai tataran; sejauh mana desain fisik dapat mengayomui moral kekinian? Bagaimana moral kekinian dapat didefinisikan sementara evolusi sosial budaya urban berlangsung secara gencar? Metode perancangan seperti apa yang dapat menyikapi kegencaran tersebut sehingga sccara optimis dapat menghapuskan skeptisisme yang timbul akibat ambiguitas kebenaran?

Fleksibilitas peran teknologi struktur konstruksi

Pertanyaan diatas timbul sebagai resistensi terhadap kegagalan arsitektur modern yang lebih menitikberatkan definisi ruang sebagai alat sosial fungsional yang menghomogenkan kebutuhan dan menyamaratakan kondisi psikologis manusianya. Homogenisasi tersebut diawali dengan semangat mulia : architecture as a machine for living (Le Corbusier), arsitektur adalah seni yang memfungsikan desain runag-ruang terorganisir dan efisien sehingga secara “otomatis” dapat menampubg segala aktifitas penghuninya. Metode perancangan dalam arsitektur modern dilandasi pengutamaan pemenuhan pluralitas kebutuhan melalui pembacaan variabilitas nilai statistik suatu demografi urban. Nilai statistik yang terukur tersebut disikapi secara matematis melalui pemodularisasian hakikat ruang terhadap eksistensi manusia penghuninya secara baku. Ambiguitas sosial budaya distandartkan ataupun kepluralitasan aktivitasnya dibakukan dengan kaidah ergonomi sehingga arsitektur menjadi telaah fungsional; telaah massa sebagai rangkaian ruang-ruang yang bentuknya fleksibel dalam menyinergikan beragam aktivitas. Atau dengan kata lain, semakin terukur nilai-nilai non fisiknnya maka semakin optimal pula kualitas ruangnya. Keterukuran selain dapat memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi setiap orang untuk memperoleh ruang hidup yang layak, juga mengefisienkan volume ruang urban terbangun terhadap ekosistem alam sekitarnya. Hal yang serba terukur dimungkinkan dengan kemajuan teknologi struktur konstruksi dan penemuan material baru sehingga menghasilkan firmitas yang nilai venustas-nya dirasionalkan oleh utilitas ke dalam bentuk geometri dasar. Keidealan metode perancangan berlandaskan keterukuran dalam mengantisipasi ambiguitas kebenaran yang dikonsepkan arsitektur modern tersebut ternyata memiliki kelemahan, yaitu terjadinya pengeliminasian karakter tempatan. Akibatnya arsitektur kehilangan ruh/nilai-nilai kemanusiaanya.

bersambung..... :)
dapat dibaca juga di Majalah I-arch 2006 EXPERIMENTAL ARCHITECTURE

No comments:

Post a Comment